Saksi Ahli: Hati-hati Jatuhkan Diskualifikasi, TSM Itu Sama Hukuman Mati

- Rabu, 30 Desember 2020 | 11:17 WIB
IMG_20201230_52612
IMG_20201230_52612

MAKASSAR - Sidang dugaan pelanggaran pemilu secara Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) di Pilkada Kabupaten Bulukumba 2020 di Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan berlanjut Senin 29 Desember 2020.

Bawaslu menghadirkan saksi ahli hukum Tata Negara Dr. Agus Ariwanto, SH.,MH, dari Universitas Sebelas Maret Surabaya.

Agus diberi kesempatan menjawab pertanyaan majelis hakim dan kuasa hukum secara live virtual tersebut.

Menurutnya pembuktian dugaan kasus TSM harus jelas terpenuhi unsur-unsurnya.

Karena kata Dia, pembatalan calon dalam hukum administrasi pemilu sama dengan hukuman mati.

"Maka menurut saya hati-hati untuk menjatuhkan kualifikasi seorang itu dibatalkan sebagai calon karena itu hukuman mati.

Maka pembuktiannya harus dengan jelas terpenuhi dulu unsur TSMnya.

Kalau tidak terpenuhi tidak bisa dihukum mati dia hanya terpidana biasa karena diatur dalam pasal 187," jelasnya.

Dia menjelaskan menurut Pasal 73 Ayat 2 dinyatakan bahwa pelanggaran itu haruslah terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif.



Kalau dari konteks bahasa hukum dengan koma (,) lanjutnya, itu termasuk komulatif satu kesatuan yang terpenuhi.

"Harus terpenuhi dulu aspek T-nya seperti apa, S dan M seperti apa. Ini satu kesatuan tidak boleh dipisah pisah misalnya kita hanya menemukan aspek terstruktur saja. Sistematisnya tidak ketemu atau masifnya tidak terjadi,"

"Karena ketentuan ini sebenarnya adalah kejahatan harusnya cukup dipidana. Tapi karena dispesifikasikan spesifik berupa sanksi administrasi pemilihan maka dibikinlah syarat undang-undang ini dengan tiga komulatif itu," tambahnya.

Sebagai contoh untuk pembuktian aspek masif menurut aturan harus memenuhi syarat 50 persen plus satu di tingkatan desa/kelurahan.

Kemudian diakumulatif lagi di tingkatan kecamatan dengan syarat yang sama 50 persen plus satu hingga di tingkatan Kabupaten/Kota.

Terkait adanya pengakuan yang diduga melakukan money politik mengatasnamakan tim menurutnya secara hukum bukan bagian tim kampanye jika tak terdaftar di KPU.

Selain itu, perbuatan TSM hanya berlaku bagi calon setelah ditetapkan sebagai calon kepala daerah.

"Kalau kita baca dikonstruksi pasal 73 itu dinyatakan bahwa yang dijadikan subjek itu adalah calon atau tim kampanye," katanya.

Tetapi kemudian pasal ini diperjelas dalam ketentuan Pasal 135 ayat 1 yang menyatakan bahwa perbuatan yang dimaksud itu harus TSM. "Kalau nanti dia merujuk pada ayat 2 pasal 73 diberi sanksi pembatalan pasangan calon," katanya.



Dipertegas lagi dalam ketentuan pasal 135 dst. Kalau yang melakukan itu tim kampanye atau anggota partai politik dia diberi sanksi pidana.

Maka dapat dipahami sebenarnya, TSM itu spesifik menyebut sebagai calon yang melakukan.

"Kalau dia tidak melakukan dari calon tapi tim, maka dia tidak termasuk kualifikasi TSM," jelasnya.

Dia kembali menegaskan bahwa tidak bisa dipahami pasal 73 saja tapi satu kesatuan untuh.

"Menurut ahli ketentuan ini sudah memberi ruang mana yang dimaksud kejahatan TSM yang sanksinya administratif pemilihan, mana yang hanya pidana biasa," jelasnya.

Agus juga mengingatkan 4 aspek pembuktian pada dugaan kasus ini. Seperti bukti relevan, diterima logika, cara mencari bukti dengan benar dan sah serta kekuatan pembuktian di Bawaslu dengan keyakinannya.

Sidang yang berlangsung di kantor Bawaslu Sulsel Jl. AP. Pettarani No.98, Kelurahan Bua Kana, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan ini dipimpinan Drs. H.L Arumahi, MH Anggota Azry Yusuf , SH.,MH dan anggota Dr. Adnan Jamal,SH.,MH. ***

Editor: Administrator

Terkini

Breaking News: Askar-Pipink Cabut Gugatan di MK

Kamis, 4 Februari 2021 | 13:46 WIB

Giliran Bawaslu Pusat Tolak Gugatan Askar-Pipink

Jumat, 29 Januari 2021 | 20:05 WIB
X