Ketika kesalahan itu berubah menjadi dosa yang disebut “dzanbun” Allah menyikapinya dengan sifatNya yang “Ghafirun atau Ghafuur”.
Tapi seseorang terjatuh dalam akumulasi dosa-dosa yang banyak disebut (dzunuub) maka Allah menyikapinya dengan SifatNya yang “Ghaffaar”.
Baca Juga: Shamsi Ali Pimpin Doa Ribuan Warga Bulukumba Untuk BJ Habibie
Dan ketika dosa-dosa itu menumpuk begitu banyak dan menjadi kegelapan (Zhulumaat) dikenal dengan “melampaui batas” atau “israaf”, di saat itu Allah tampil dengan sifatNya yang paling esensi “Rahman, Rahim”.
Allah menegaskan hal itu dalam firmanNya: “Katakan wahai Hamba-hambaKu yang melampaui batas, jangan berputus asa dari kasih sayang (rahmah) Allah. Sungguh Allah mengampuni dosa-dosa semuanya”.
Karenanya kesempatan untuk bertransformasi (berubah) dari “Kesalahan” (dosa-dosa) ke “kesalehan” (kebaikan-kebaikan) selalu terbuka selama manusia masih bernafas.
Baca Juga: Catatan Shamsi Ali: Isu Garis Keras
Dan ketika manusia telah tiada, tapi dalam dadanya ada iman, harapan pengampunan itupun selalu ada.
Yang salah sesungguhnya adalah kebiasaan menghakimi orang lain. Apalagi dengan perasaan paling suci. Itu adalah wilayah Allah yang Ahkamul Hakimin. ****
Penulis: Imam Shamsi Ali Al-Kajangi/Manhattan City, 16 Februari 2022. Imam Islamic Center of New York yang berasal dari Kabupaten Bulukumba., Sulsel.
Artikel Terkait
Opini Hari Sumpah Pemuda: "Pemuda dan Karya"
Berapa Jumlah Batu Yang Dibutuhkan Sisifus?
Seberapa Besar Anda Percaya Jagoan Anda di Pilkada?
Faktor Kamala Harris di Pilpres AS
Kuliner LAPDA, Tempat Nongkrong Favorit Anak Muda Bulukumba