Makassar, Beritabulukumba.com – Pelatihan keterampilan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memberikan manfaat yang positif, baik untuk pelaku usaha agar semakin maju atau menginspirasi orang-orang.
Hal itulah yang dirasakan Lies Herawati (54 tahun) warga Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, memutuskan untuk membuka usaha Kerajinan Bosara dan Tudung Saji pada 2019.
Bosara adalah sebutan dalam Bahasa Bugis-Makassar untuk wadah yang digunakan menyajikan kue dalam sebuah hajatan atau adat suku Bugis-Makassar, seperti pada acara pesta pernikahan, syukuran, maupun acara seremonial lainnya yang menjadi tradisi masyarakat setempat.
Baca Juga: Ini 8 Prestasi Bank BRI dalam Memberi Makna Indonesia dan Tebarkan Social Values
"Awal mulanya saya mengikuti kegiatan di lembaga pelatihan kerja, kemudian kegiatannya memang khusus pembuatan Bosara dan Tudung saji. Saya buat, dan saya lihat bagus prospeknya, karena yang saya buat itu selalu dibutuhkan untuk acara lamaran atau pernikahan," katanya.
Setelah akhirnya bisa memproduksi Bosara dan tudung saji sendiri, dia memberanikan diri menjual kerajinan tersebut secara online melalui media sosial seperti WhatsApp hingga Facebook.
Ternyata ada pembeli yang berminat dengan usaha kerajinannya.
Baca Juga: Kementerian BUMN dan BRI Resmikan 'Rumah BUMN Tarutung' Guna Perkuat UMKM Lokal
Lies pun senang karena sudah mulai masuk pesanan, namun saat itu dia terkendala dengan modal. Kendati begitu, tidak pendek akal, akhirnya dia berani mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke BRI dengan nominal Rp 15 juta.
Setelah disetujui BRI, Lies kembali memproduksi kerajinan Bosara dan tudung saji berbekal modal untuk membeli alat dan bahan baku. Seiring berjalannya waktu, Lies menambah pinjaman KUR di BRI menjadi Rp 50 juta.
Berkat bantuan KUR dari BRI, usaha kerajinan Bosara dan tudung sajinya semakin berkembang. Bahkan, pesanan dari luar kota, seperti dari Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Kalimantan juga berdatangan.
Untuk pemasaran, perempuan asal Makassar ini memilih tidak melakukan konsinyasi alias tidak menitipkan kerajinan di sentra oleh-oleh atau di toko orang lain. Dia merasa lebih baik memasarkan sendiri karena bisa mendapatkan penghasilan lebih besar.
Seiring berjalan, kendala tidak hanya muncul dari segi pembiayaan, persaingan usaha kian ketat. Lies mengungkapkan, banyak saingan yang membuat kerajinan serupa namun dengan harga yang murah.
"Kelebihan produk saya, mutunya. Bahan baku juga tidak abal-abal dan dari segi kekuatan lebih kuat dan cara jahitnya lebih rapi, itu yang membedakan," ujarnya.
Artikel Terkait
Transformasi Digital BRI Turut Andil Bukukan Laba Rp51,4 Triliun
Gerakan 'Yok Kita Gas' BRI Sasar Pengelolaan Sampah Terpadu di Pasar Kesesi Pekalongan
Terus Berlanjut, Analis Proyeksikan Kinerja Positif BRI Siap Targetkan BBRI Tembus Rp6.100
Bank Terbaik! Portofolio Kredit Berkelanjutan Tembus Rp695 triliun, BRI Bidik Jadi Leading Global
Penjualan SBR012 BRI Lampaui Target, Capai Rp2,1 Triliun
Optimisme 2023! Berikut Faktor Pendorong Keberlanjutan Kinerja Impresif BRI
BRI Terapkan Manajemen Risiko yang Prudent Seiring Pertumbuhan Laba Diiringi Penguatan Pencadangan
Terapan ESG Mendunia, BRI Gandakan Penghargaan Internasional The Asset Triple A
Kementerian BUMN dan BRI Resmikan 'Rumah BUMN Tarutung' Guna Perkuat UMKM Lokal
Ini 8 Prestasi Bank BRI dalam Memberi Makna Indonesia dan Tebarkan Social Values