JAKARTA,BB – Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) beramai-ramai menandatangani petisi yang menginginkan pencabutan SK drop-out (DO) bagi Ronny Setiawan. Hingga hari ini, petisi sudah mencapai 35.116 tandatangan.
Ronny Setiawan (Ketua BEM UNJ – Koordinator Wilayah BEM SI Jabodetabek Banten) diberhentikan statusnya sebagai Mahasiswa alias DO SK Rektor Universitas Negeri Jakarta Djaali. Ia dituduh melakukan pecemaran nama baik.
DO berawal dari demonstrasi Mahasiswa UNJ terkait penggusuran Kampus Fakultas MIPA yang dikoordinatori oleh Saudara Ronny Setiawan selaku Ketua BEM UNJ. Selain itu mahasiswa UNJ juga menuntut keterbukaan Rektor UNJ atas dugaan penyimpangan-penyimpangan lain yang dilakukan oleh Rektor UNJ.
Berikut kronologinya berdasar petisi yang ditulis Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu:
Rabu, 23 Desember 2015, Mahasiswa FMIPA UNJ melakukan demonstrasi di kampus A UNJ. Inti tuntutan demonstrasi ketika itu adalah penolakan mahasiswa FMIPA UNJ atas rencana Rektorat UNJ yang akan memindahkan FMIPA dari kampus B ke kampus A UNJ. Mereka menolak kepindahan itu. Alasannya sederhana, fasilitas penunjang akademik dan organisasi di kampus A belum siap dan tidak memadai.
Rentang waktu antara tanggal 24 sampai 28 desember, muncul begitu banyak tulisan baik yang anonim maupun yang jelas penulisnya. Salah satunya adalah tulisan anonim yang berjudul “Almanak Kepemimpinan Rektor Djaali”, yang begitu vokal dalam mengkritik rektor UNJ. Informasi yang beredar begitu cepat tersebar kepada publik UNJ. Terlebih ditambah dengan postingan-postingan yang beredar di berbagai media sosial, seperti misal broadcast yang mendapat selebaran surat disposisi rektor UNJ terhadap salah satu mahasiswa di FIP yang mengajukan permohonan penurunan UKT. Permohonan itu ditolak oleh rektor UNJ, lalu disampaikan melalui disposisi rektor UNJ yang tertuliskan “UKT sudah hasil verifikasi FIP. Kalau tidak sanggup, bisa cuti atau menarik diri”. Opini yang beredar semakin menyebar di UNJ. Terlebih, permasalahan di UNJ yang memang sudah begitu banyak ketidakjelasannya, seperti: carut-marut dan tidak amannya perparkiran UNJ, simpang siurnya informasi mengenai pelaksanaan KKN dan beredar info dari salah satu fakultas bahwa KKN tidak didanai kampus selain uang kelompok yang besarannya 1 juta rupiah, pemutusan beasiswa PPA/BBM, perubahan BEM Jurusan ke BEM Prodi yang terkesan dipaksakan, kepindahan FMIPA UNJ, permasalahan dalam transparansi UKT dan tidak adanya alur yang jelas soal mekanisme penurunan UKT, dan menagih janji rektorat UNJ untuk mengadvokasi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen FIS UNJ.
Minggu, 27 Desember 2015, untuk meredam atas tidak fokusnya release dan tulisan yang beredar di media. Selaku komandan Green Force UNJ (tim aksi universitas), pukul 15.30 di BEM UNJ, saya (Ahmad Firdaus) berinisiatif mengumpulkan tim aksi fakultas se-UNJ dan mitra strategis BEM UNJ. Tujuannya adalah untuk berdiskusi, dan merumuskan beberapa isu strategis yang perlu dikawal ke depan. Setidaknya ada 7 fokus isu yang kala itu dibahas, seperti: Parkiran, UKT, KKN/KKL, FMIPA, Beasiswa, BEM Prodi, dan kasus pelecehan seksual oleh oknum dosen FIS. Pertemuan kala itu menyepakati bahwa ke depannya perlu diadakan diskusi lebih dalam perihal masalah-masalah itu dengan melibatkan berbagai elemen mahasiswa.
Senin, 28 Desember 2015, pukul 08.00 WIB, undangan FGD (Focus group Discussion) yang disebar atas nama Aliansi Tim Aksi se-UNJ dan Underbow BEM UNJ, yang berjudul “UNJ GAWAT DARURAT!” tersebar. Kami tujukan undangan itu untuk berdiskusi terfokus. Rencana FGD itu dilakukan pada selasa, 29 Desember 2015, di Pelataran IKK FT UNJ. Dari tulisan itu, kami mengundang berbagai elemen mahasiswa, seperti: Majelis Tinggi Mahasiswa UNJ, Ketua & Wakil Ketua BEM UNJ, Ketua & Wakil Ketua BEM UNJ Terpilih, Ketua BEM Fakultas se-UNJ, Ketua BEM Fakultas Terpilih se-UNJ, Ketua BEM Jurusan se-UNJ, Ketua BEM Jurusan Terpilih se-UNJ, Departemen Dalam Negeri BEM UNJ, Departemen Advokasi BEM se-UNJ, Departemen Sosial & Politik BEM se-UNJ, organisasi mahasiswa ekstra-kampus (HMI, KAMMI, GP, PMII, dll), LPM Didaktika & Gerakan #Adili Andri, serta seluruh mahasiswa UNJ.
Dan responnya, undangan tersebut mendapat respon luar biasa. Seluruh undangan tersebut mengkonfirmasi hadir. Tetapi, ada upaya penggembosan terhadap rencana FGD kami. Malam harinya, antara pukul 21.00-23.00, kami mendapat kabar secara serempak, seluruh ketua Lembaga OPMAWA (BEMF & BEMJ) di semua fakultas di UNJ mendapat undangan mendadak dari Dekanat Fakultas & jajarannya masing-masing untuk bertemu dengan mereka di pagi harinya, pukul 08.00. Tanpa diberitahukan ingin membicarakan apa. Kebetulan kah? Tidak. Terlalu sederhana jika itu kebetulan, tanpa ada “The Godfather” yang memberikan instruksi. Biasanya, menemui untuk minta tanda tangan proposal saja minta ampun susahnya, ada gerangan apakah hingga punya waktu khusus untuk berdialog dengan mahasiswa?
Padahal, niat kami pada sore itu hanyalah ingin berdiskusi, ingin berkumpul. Membicarakan permasalahan kampus. Berdialog penuh solusi. Tanpa ada sedikitpun niat untuk anarkis, berdemonstrasi apalagi akan membakar gedung rektorat. Kami tidak sepicik itu berpikir.
Selasa, 29 Desember 2015, pukul 08.00-12.00 WIB, pertemuan dengan dekanat dan jajarannya dilangsungkan. Kami diajak bertemu dengan dekanat fakultas masing-masing. Dan sudah bisa ditebak, ucapan semua dekan di tiap fakultas seragam. Surat undangan FGD tersebut dibacakan di hadapan yang hadir. Undangan FGD kami diartikan sebagai rencana demonstrasi. Inti dari pertemuan itu adalah: agar kami membatalkan FGD yang dilakukan sore harinya, dan di fakultas lain, meminta agar yang diundang untuk tidak memenuhi undangan yang dibuat Green Force & Tim Aksi se-UNJ. Kami menolak. Melalui tulisan berjudul “UNJ MASIH GAWAT DARURAT”, kami tegaskan bahwa FGD tetap akan terlaksana, apapun alasannya. Kami juga sempat menolak usulan dari dekanat FIS untuk menggunakan ruangan tertutup dalam pertemuan itu.
Selasa, 29 Desember 2015, pukul 15.00 WIB, “Focus Group Discussion: Mengurai Benang Kusut Kampus Pendidikan” dilaksanakan. Seperti dugaan. Diskusi kala itu membludak. Tercatat lebih dari 350 mahasiswa UNJ menghadiri forum itu. Semua yang hadir merasakan keresahan bersama. Disana mereka menyampaikan aspirasinya. Diskusi kala itu dibuat dengan beberapa kelompok-kelompok kecil sesuai fokus isu. Setidaknya ada 7 forum diskusi kecil: Parkiran, UKT, KKN/KKL, Perpindahan FMIPA, Beasiswa, BEM Prodi, dan kasus pelecehan seksual oleh oknum dosen FIS. Masing-masing isu itu ditunjuk koordinator masing-masing isu untuk memimpin diskusi kecil itu. Di akhir diskusi, setelah masing-masing koordinator menyampaikan sementara kajian, forum kala itu sepakat untuk membentuk gerakan kritis-solutif dalam ALIANSI MAHASISWA UNJ BERSATU.
Rabu, 30 Desember 2015, melalui perantara BEM UNJ, kami atas nama Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu mengajukan surat permohonan audiensi kepada rektorat UNJ. Tujuannya adalah untuk meminta penjelasan dan klarifikasi atas kebenaran isu yang beredar di kalangan mahasiswa UNJ. Sekaligus meminta penjelasan terkait beberapa isu dalam kampus. Selagi mematangkan kajian, kami memberikan tenggat waktu hingga tanggal 5 Januari 2016 bagi rektorat UNJ untuk memenuhi undangan tersebut.
Singkat cerita, rentang waktu antara tanggal 31 Desember 2015 – 03 Januari 2016 kami masih menunggu itikad baik dari rektorat UNJ untuk memenuhi undangan diskusi dengan mahasiswa. Kami masih merespon positif bahwa rektorat UNJ akan bersedia untuk bertemu dengan mahasiswanya. Namun, pada hari senin, 4 Januari 2016, Ronny Setiawan (Ketua BEM UNJ) mendapat surat pemanggilan orangtua. Surat itu meminta kesediaan orangtua Ronny Setiawan untuk memenuhi panggilan Rektor UNJ pada selasa, 5 Januari 2016, pukul 09.00 WIB.
Hari ini, 5 Januari 2016, secara resmi, melalui surat bernomor 01/SP/2016 tentang Pemberhentian Sebagai Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, Rektor UNJ melakukan Drop Out terhadap Ronny Setiawan. Alasannya, Ronny dinilai telah melakukan tindak kejahatan berbasis Teknologi dan Penghasutan yang dapat mengganggu ketentraman dan Ronny dinilai telah menyampaikan surat kepada Rektor UNJ yang bernada ancaman (surat audiensi-red).
Menanggapi kekisruhan yang terjadi di UNJ, berikut adalah sikap kami:
1. Menyayangkan sikap Rektor UNJ yang telah bertindak sewenang-wenang membungkam dan mencoreng wajah demokrasi kampus.
2. Kami, Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu, menuntut Rektor UNJ untuk mencabut surat bernomor 01/SP/2016 tentang Pemberhentian Sebagai Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta.
3. Kami menyerukan kepada seluruh mahasiswa UNJ dan seluruh civitas akademika UNJ untuk tidak berdiam diri terhadap tindakan sewenang-wenang ini.
4. Kami menuntut Rektorat UNJ untuk bertindak kooperatif dengan Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu dalam menyelesaikan kekisruhan yang terjadi di UNJ.
5. Kami meminta pihak-pihak yang terkait, Komnas HAM & Kemenristekdikti RI untuk menindaklanjuti tindakan sewenang-wenang yang telah dilakukan Rektor UNJ.
6. Kami akan terus bergerak untuk tetap mengawal isu dalam kampus UNJ dan tidak akan pernah mundur dalam mengatakan kebenaran.
Tertanda,
Ahmad Firdaus
Koordinator Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu
Komentar