Profil dan Sejarah Terbentuknya Peterpan Band, Awalnya Bernama Topi
Di Kota Bandung—kota yang dikenal melahirkan musisi-musisi kreatif—kisah band Peterpan bermula. Enam anak muda berbakat: Andika, Ariel, Uki, Reza, Loekman, dan Indra, memulai perjalanan musik mereka dan menamai grup ini dengan nama Peterpan.
Kisah mereka telah dimulai jauh sebelum kesuksesan tiba. Pada tahun 1997, Andika yang memiliki semangat bermusik yang tinggi membentuk sebuah band bernama Topi.
Ia mengajak Uki, adik kelasnya di SMU Negeri 2 Bandung, untuk bergabung sebagai gitaris. Uki kemudian mengajak Ariel, teman SMP-nya, sebagai vokalis.
Posisi bass diisi oleh Abel, sementara Ari duduk di posisi drum. Dengan formasi ini, mereka mulai berlatih dan tampil secara mandiri, membawakan lagu-lagu bergenre Britpop dan rock alternatif.
Namun, perjalanan band Topi tidak berlangsung lama. Setelah Ari mengundurkan diri dan disusul oleh beberapa personel lainnya, band tersebut bubar tanpa alasan yang jelas.
Pada tahun 2000, Andika kembali mengumpulkan rekan-rekan lamanya. Kali ini, ia mengajak Reza, mahasiswa asal Palu yang piawai memainkan drum.
Untuk memperkaya warna musik mereka, bergabunglah Loekman sebagai gitaris utama. Loekman adalah teman bermain kakak Indra, yang kemudian turut mengisi posisi bass. Dengan enam personel ini—Ariel (vokal), Andika (keyboard), Uki (gitar), Loekman (gitar utama), Indra (bass), dan Reza (drum)—mereka merasa telah menemukan formasi terbaik.
Setelah formasi terbentuk, mereka mencari nama band yang sesuai dengan identitas dan harapan musikal mereka. Dari nama awal “Peter Band”, yang mengandung makna “pemimpi yang ingin terbang”, mereka sepakat menamai band ini Peterpan, terinspirasi dari tokoh dongeng anak-anak yang dikenal tidak pernah tumbuh dewasa.
Mereka berharap, dengan nama itu, impian bermusik mereka bisa terbang tinggi dan menjangkau seluruh penjuru negeri. Nama Peterpan pun diresmikan pada 1 September 2000.
Peterpan memulai karier profesional mereka pada tahun 2001 dengan tampil dari kafe ke kafe di Bandung, seperti O’Hara dan Sapu Lidi. Mereka membawakan lagu-lagu Top 40 dan musik rock alternatif dari band internasional seperti Nirvana, U2, Pearl Jam, Coldplay, dan Creed.
Di Kafe Sapu Lidi, penampilan mereka menarik perhatian Kang Noey, basis Java Jive, yang saat itu sedang mencari band untuk mengisi album kompilasi Kisah 2002 Malam.
Peterpan mengirimkan tiga lagu demo: Sahabat, Mimpi yang Sempurna, dan Taman Langit. Dari ketiganya, lagu Mimpi yang Sempurna terpilih untuk dimasukkan dalam album. Tak disangka, lagu tersebut justru menjadi lagu unggulan album dan mendongkrak penjualan hingga menembus 150.000 kopi—jumlah yang sangat baik untuk ukuran album kompilasi. Lagu itu juga populer di kalangan pendengar radio dan sering dibawakan oleh para pengamen jalanan.
Melihat potensi besar Peterpan, Musica Studio segera mengontrak mereka untuk merilis album penuh. Pada Juni 2003, Peterpan meluncurkan album perdana berjudul “Taman Langit”.
Latar belakang musik yang berbeda dari masing-masing anggota menjadikan album ini kaya akan variasi, baik dari sisi materi lagu maupun nuansa bunyi. Vokal Ariel yang khas serta lirik-lirik sederhana namun bermakna menjadi ciri utama musik Peterpan.
Kontribusi musikal masing-masing anggota—Andika di keyboard, Uki dan Loekman di gitar, Indra di bass, dan Reza di drum—membentuk identitas musik Peterpan yang kuat.
Puncak eksistensi mereka tercapai pada 18 Juli 2004, saat Peterpan memecahkan rekor nasional dengan menggelar konser di enam kota dalam waktu 24 jam. Konser bertajuk Breaking the Record ini dimulai di Medan, lalu berlanjut ke Padang, Pekanbaru, Lampung, Semarang, dan berakhir di Surabaya. Aksi ini tercatat dalam Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai konser tercepat lintas kota dan lintas pulau.
![]() |
Peterpan Band |
Sebulan kemudian, pada Agustus 2004, Peterpan merilis album kedua mereka, “Bintang di Surga”. Dalam waktu dua minggu, album ini terjual lebih dari 350.000 kopi, dan terus naik hingga jutaan kopi. Peterpan pun menjelma menjadi fenomena nasional di industri musik Indonesia.
Album kedua ini menunjukkan kematangan musikal para personel. Vokal Ariel terdengar semakin kuat dan berkarakter.
Permainan gitar Uki dan Loekman saling melengkapi, Reza memberikan dinamika ritme yang lebih tegas, Andika semakin cermat dalam menyusun aransemen, dan groove dari permainan bass Indra menjadi lebih terasa.
Melihat kesuksesan tersebut, pada tahun berikutnya Peterpan dipercaya untuk mengisi lagu tema film drama Indonesia Alexandria (2005), dengan merilis album jalur suara berjudul sama, yang berisi lagu-lagu baru mereka dan menambah daftar karya ikonik grup ini.
Namun, di tengah puncak popularitas, konflik internal melanda Peterpan. Pada Oktober 2006, Andika dan Indra resmi meninggalkan grup. Meskipun kehilangan dua personel awal, Peterpan tetap melanjutkan langkah mereka dan pada tahun 2007 merilis album studio ketiga dan terakhir di bawah nama Peterpan, berjudul Hari yang Cerah....
Album ini tetap mendapat sambutan positif, namun penggunaan nama Peterpan mulai dipertanyakan, terutama karena ibu dari Andika menyatakan keberatan atas keberlangsungan penggunaan nama tersebut.
Sebagai bentuk penghormatan dan penutup era Peterpan, pada tahun 2008 mereka merilis album kompilasi hit terbaik “Sebuah Nama, Sebuah Cerita”. Tak lama kemudian, David yang sebelumnya merupakan kibordis tambahan dalam berbagai pertunjukan, resmi bergabung sebagai anggota tetap.
Akhirnya, pada tahun 2009, Peterpan secara resmi melepaskan nama yang telah membesarkan mereka, menandai akhir sebuah era dan awal perjalanan baru yang akan melahirkan identitas mereka berikutnya—NOAH. ***