Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan upacara kali ini dipusatkan di lapangan yang memiliki nilai historis.
Daerah kelahiran tokoh kemerdekaan asal Bulukumba, Andi Sultan Daeng Radja.
Ia merupakan pahlawan nasional yang dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006.
“Jadwalnya besok, upacara Harkitnas dipusatkan di Lapangan H.A. Sultan Daeng Radja, Matekko Gantarang,” ungkap Kepala Bidang Humas Dinas Kominfo Kabupaten Bulukumba, Andi Ayatullah Ahmad, Senin (19/5).
Usai pelaksanaan upacara, kegiatan dilanjutkan dengan penanaman pohon dalam rangka program ketahanan pangan sebagai bagian dari Program 100 Hari Kerja Bupati Andi Muchtar Ali Yusuf dan Wakil Bupati Andi Edy Manaf.
Peringatan Harkitnas tahun ini mengusung tema nasional "Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat".
Sejalan dengan semangat pembangunan dan kebangkitan daerah yang tengah digencarkan oleh Pemkab Bulukumba.
Sosok Andi Sultan Daeng Radja
Andi Sultan Daeng Radja merupakan putra sulung dari pasangan Passari Petta Tanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong. Lahir di Saoraja, Matekko, Gantarang, Kabupaten Bulukumba pada 20 Mei 1894.
Sebagian besar masa kecil dan remajanya dihabiskan di kampung halaman. Ia aktif dalam kegiatan keagamaan, khususnya di lingkungan Muhammadiyah dan Masjid Ponre.
Pendidikan dasarnya ia jalani di Volksschool Bulukumba, kemudian melanjut ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bantaeng. Setelah itu, ia diterima di OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) Makassar, sebuah sekolah calon pegawai pemerintahan Hindia Belanda yang prestisius pada zamannya.
Lulus dari OSVIA, Sultan Daeng Radja memulai karier sebagai juru tulis di kantor pemerintahan Onder Afdeeling Makassar. Dalam waktu singkat, kariernya terus menanjak. Ia dipercaya menjadi calon jaksa dan diperbantukan di Inlandsche Justitie Makassar.
Beberapa jabatan penting lain yang pernah diembannya antara lain Europ Klerk di Kantor Asisten Residen Bone, Klerk di Kantor Controleur Sinjai, Wakil Kepala Pajak di Takalar, Kepala Pajak di Enrekang, hingga menjabat sebagai jaksa di Landraad Bulukumba pada masa penjajahan Belanda.
Semangat perjuangannya mulai menonjol sejak ia menempuh pendidikan di OSVIA. Ia menyaksikan langsung ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan Belanda terhadap rakyat, khususnya masyarakat Bulukumba. Hal ini membentuk karakter perlawanan dalam dirinya. Ia pun aktif mengikuti perkembangan organisasi-organisasi pergerakan nasional seperti Budi Utomo dan Serikat Dagang Islam.
Puncaknya, Sultan Daeng Radja ikut hadir dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yang melahirkan ikrar bersejarah Sumpah Pemuda. Kehadirannya dalam kongres tersebut menegaskan komitmennya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pada bulan Agustus 1945, ia dipercaya menjadi delegasi Sulawesi Selatan bersama Andi Pangerang Daeng Rani dan Dr. Sam Ratulangi dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta. Sekembalinya ke Bulukumba, ia segera menyampaikan kabar kemerdekaan dan merancang berbagai langkah untuk menyambut lahirnya Republik Indonesia.
Namun, perjuangannya tak berhenti di situ. Karena peran aktifnya dalam mempertahankan kemerdekaan, Sultan Daeng Radja dituduh sebagai pemberontak oleh pemerintah kolonial Belanda dan diasingkan ke Manado oleh NICA. Ia baru dibebaskan pada 8 Januari 1950, setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia secara resmi.
Atas jasa dan pengorbanannya, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Daeng Radja berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006. Ia juga dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana. ***
Sultan Daeng Radja wafat pada 17 Mei 1963 di Rumah Sakit Pelamonia, Makassar, dalam usia 70 tahun. Semasa hidupnya, beliau dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana, pejuang tanpa pamrih, dan sosok ayah bagi keluarganya. Ia meninggalkan empat istri dan tiga belas anak sebagai generasi penerus perjuangan dan keteladanan. ***